Pancasila, dasar negara Indonesia yang berkali-kali ditawarkan oleh Soekarno pada Sidang BPUPKI tahun 1945 menjadi hal yang cukup menarik untuk dibicarakan saat ini. Hal ini karena prinsip kebangsaan yang seharusnya menjadi anutan seluruh masyarakat Indonesia ternyata lebih banyak hanya sebatas mulut. Dalam sebuah wawancara dengan seorang mahasiswa di FIB, dia menjelaskan bahwa dia tahu apa itu Pancasila, tetapi dia tidak tahu bagaimana mengimplementasikan kelima sila dalam kehidupan sehari-hari. Maka ini adalah temuan yang sangat menarik, karena sudah lama bangsa Indonesia beserta rakyatnya menolak ideologi-ideologi yang lain dan menempatkan ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Berbicara mengenai ideologi, maka sejatinya yang disebut dengan ideologi itu adalah merupakan sebuah dasar akan segala sikap dan pemikiran yang dipakai oleh suatu kelompok masyarakat. Menjadi hal yang cukup konyol ketika kebanyakan masyarakat Indonesia berbicara mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi ternyata penyelewengan atas nilai-nilai pancasila menjadi hal yang cukup sering terjadi. Seperti dialog kami dengan seorang tukang becak di lingkungan FIB beberapa saat lalu, dimana beliau berucap bahwa Pancasila sekarang sudah sering dikritik dan diselewengkan.
Ironis sebenarnya ketika melihat nasib Pancasila saat ini. Banyak yang memperjuangkan dan mempertahankannya dari serbuan ideologi-ideologi asing seperti Sosialisme dan Islam, tetapi lebih banyak lagi yang hanya omong kosong dalam memperjuangkan Pancasila. Kini wabah keapatisan terhadap nilai-nilai Pancasila telah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Pancasila hanya menjadi hafalan dari sila pertama hingga terakhir. Penyikapan atas nilai-nilai luhur Pancasila menjadi hal yang tidak diperhatikan kembali seiring berkembangnya zaman dan begitu derasnya arus globalisasi. Pancasila kini tengah berenang di sebuah lautan demokrasi-kapital, menghadapi ombak liberalisme, dan harus waspada akan arus dalam globalisasi yang sewaktu-waktu dapat menariknya lebih dalam, dan tenggelam.
No comments:
Post a Comment