11 August 2009

Muslim Indonesia Berasal Dari Arab

1 komentar
Mengenai kedatangan awal Islam ke Nusantara pasti terdapat tiga pertanyaan pokok mengenai asal kedatangan Islam, para pembawa, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori-teori berusaha menjawab tiga pertanyaan tadi disertai dengan bukti-bukti yang mendukung teori-teori tersebut. Korelasi-korelasi antar teori juga diuraikan dengan gamblang oleh Azyumardi Azra dengan menambahkan teori-teori baru dari dirinya seperti hubungan diplomatik antara Nusantara, Timur Tengah, dan China. Hingga akhirnya timbul sebuah teori baru mengenai para sufi yang menyebarkan Islam di Nusantara. Hal ini didukung oleh kepercayaan masyarakat Nusantara akan hal-hal yang berbau mitos dan mistik. Sehingga dengan metode tasawwuf, Islam dapat dihadirkan di tengah-tengah masyarakat Nusantara

Dalam buku ini dapat disimpulkan pula bahwa Islam sudah masuk di Nusantara sejak zaman kerajaan Sriwijaya dengan adanya bukti-bukti berupa surat-menyurat antara Maharaja Sri Indravarman dengan kekhalifahan Islam. Tetapi momentum yang tepat sebagai awal perkembangan Islam di Nusantara terjadi pada abad ke-13, dimana Sriwijaya mengalami kemunduran yang akhirnya keadaan memaksanya untuk memonopoli pedagang-pedagang Muslim Arab dan Persia sehingga mereka merasa tidak nyaman lagi berdagang dengan Sriwijaya. Akhirnya kemunduran Sriwijaya membuat beberapa kerajaan kecil yang lepas dari kekuasaannya semakin “memesrakan” diri dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah. Dari “kemesraan” itu lahirlah beberapa karya historiografi tradisi yang penuh dengan legitimasi kekuasaan yang dikaitkan dengan kekhalifahan Utsmani di Turki.

Hubungan itu berlanjut pada bidang politik dan militer. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara semakin mempererat hubungan diplomatik dengan kekhalifahan Utsmani dan berusaha melakukan sesuatu yang bias dibilang simbiosis mutualisme. Militer Utsmani yang begitu besar sering melindungi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara dari serbuan Portugis, sedangkan pedagang-pedagang Nusantara juga memberikan barang-barang yang dibutuhkan oleh kekhalifahan dalam dunia perdagangan. Bahkan Mekkah juga turut berperan dalam tegaknya Islam di Nusantara dimana Sultan Agung Hanyakrakusuma dilantik oleh kekhalifahan Utsmani untuk menjadi amir di Kasultanan Mataram.

Pendapat-pendapat Azyumardi Azra ini dapat menjadi tonggak perlawanan atas pendapat-pendapat kaum orientalis yang mungkin mendiskreditkan kekhalifahan Islam. Hal ini dengan adanya fakta surat-menyurat antara Sri Indravarman dengan kekhalifahan Islam pada abad ke-7 tentu cukup mengejutkan sejarawan yang sudah teryakini bahwa Islam mucul di Nusantara pada abad ke-13. Begitu juga dengan penunjukan Sultan Agung sebagai amir di Mataram, hal tersebut semakin menunjukkan eksistensi kekhalifahan Islam yang menguasai 2/3 dunia dan bertahan selama 18 abad. Apalagi ditambah dengan analisis Azyumardi Azra mengenai teori munculnya Islam di Nusantara yang dibawa oleh para sufi dan hubungan sosial-diplomatik antara Timur Tengah, Kekaisaran Cina, dan Nusantara. Hal ini merupakan analisis yang menarik sekaligus hampir mendekati kenyataan apabila melihat kondisi sosio-kultural masyarakat Nusantara dan kronik-kronik yang dibawa oleh pengembara asing. Kebudayaan tradisional Nusantara yang dipenuhi oleh tradisi mitos dan magis menjadi lahan yang cocok untuk para penggiat tarekat dan ahli tasawwuf yang sudah pasti dibawa oleh para muslim sufistik. Sehingga teori sufi bisa dianggap sebagai teori yang paling memungkinkan mengenai masuknya Islam ke Nusantara.

04 August 2009

Kunjungan ke Musium Sonobudoyo Yogyakarta

0 komentar
Kami datang di Museum Sonobudoyo agak terlambat dari yang dijadwalkan. Seharusnya kami semua sudah siap di depan Museum pada pukul 10.30, tapi pada jam tersebut kami baru berangkat dari depan kampus FIB di Jl. Nusantara. Kami dating disana pukul 11.00, langsung disambut oleh pegawai Museum Sonobudoyo. Disana kami dijelaskan mengenai asal-usul Museum Sonobudoyo.

Museum ini didirikan oleh Java Instituut yang memiliki tujuan melestarikan kebudayaan Nusantara. Pada 6 November 1935 museum ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Hal ini ditandai dengan candrasengkala “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha” yang ada di pintu masuk museum. Selain itu di sisi seberang dari candrasengkala terdapat tulisan “Het Museum Sono Boedojo is geslicht door het JAVA INSTITUUT. Het werd geopend up 6 November 1935 / 9 Roewah 1866 door Z.H. den Sultan Hamengkoe Boewono VIII van Jogjakarta”.

Beberapa saat kemudian kami langsung diajak berjalan-jalan oleh pegawai museum tersebut untuk menulusuri koleksi museum Sonobudoyo lebih jauh. Ruangan yang pertama kami masuki terkesan sebagai introducing room Museum Sonobudoyo. Disana terdapat banyak hal yang bisa disebut sebagai benda masterpiece Museum Sonobudoyo, seperti: topeng-topeng jawa, kain batik, peta Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, genta yang diambil dari situs Candi Kalasan, lambang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, miniatur andong, dan Pasren buatan tahun 1765 M yang merupakan tempat untuk memuja Dewi Sri.

Lalu masuk ke ruangan berikutnya, sebuah ruangan yang berisi banyak informasi mengenai manusia-manusia kuno zaman megalithikum dan paleolithikum. Ruangan tersebut berisi banyak benda, mulai dari replika tulang dan tengkorak manusia purba yang pernah ditemukan di Sangiran, replika kubur batu dari situs Kajar di Gunung Kidul, berbagai peralatan manusia purba seperti kapak corong dan mata panah yang diambil dari situs Gunung Wingko, arca zaman megalithikum, moko, dan nekara.

Masuk ke ruangan selanjutnya kita dibawa ke zaman Hindu-Buddha. Di ruangan tersebut banyak terdapat benda-benda yang berasal dari zaman tersebut. Begitu masuk kita disuguhi replika Prasasti Panggumulan dan patung kepala dewa yang berlapis emas. Setelah itu terdapat berbagai macam peralatan upacara pada masa Kerajaan Majapahit deserta arca-arca dewa. Terdapat pula berbagai peralatan yang biasa dipakai oleh masyarakat dan kalangan istana seperti celengan, tempat lilin, cermin, alat-alat kesenian, mata uang, dan lain-lain.

Ruangan berikutnya adalah ruangan yang menjelaskan masa-masa Islam berkuasa di Nusantara. Terdapat sebuah Al-Qur’an dalam ukuran besar dan ditulis tangan. Lalu karya-karya sastra saat Islam menguasai Jawa dan informasi mengenai Masjid Pathok Negoro. Selain itu terdapat juga koleksi seni kaligrafi. Ruangan selanjutnya banyak berkisah tentang kebudayaan Jawa. Disini ditunjukkan berbagai motif batik beserta cetakannya. Bahkan cara-cara tradisional dalam pembuatan batik juga turut dijelaskan entah itu dalam bentuk tulisan maupun gambar.

Lalu kami memasuki lagi sebuah ruangan yang berisi banyak jenis wayang. Terdapat banyak jenis koleksi wayang yang tersimpan di museum ini. Ada wayang kulit gaya Yogyakarta, wayang suluh yang bercerita tentang zaman kemerdekaan Indonesia, wayang Diponegoro, wayang wahyu yang bercerita tentang kisah-kisah dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru, wayang kancil, wayang cina, wayang sadat yang mengambil kisah dari Babad Demak dan Babad Tanah Jawi, wayang golek purwa dari pasundan, dan lain-lain.

Keluar dari area wayang tersebut, kita memasuki berbagai macam peralatan yang terbuat dari bahan metal yang pernah diciptakan oleh kebudayaan Jawa. Terdapat berbagai macam jenis keris, tombak, dan trisula dipajang di ruangan tersebut. Lalu terdapat juga hasil-hasil kerajinan perak yang pernah dihasilkan oleh masyarakat jawa zaman kolonial Belanda di Kotagede.

Ruang topeng adalah suguhan selanjutnya dari tur museum ini. Banyak koleksi topeng dari seluruh Nusantara yang terpampang dalam ruangan ini. Setelah itu kita ruangan yang bisa disebut dengan ”Ruang Bali”. Hal ini karena banyak benda-benda khas Pulau Bali yang terpajang di ruangan ini. Mulai dari berbagai macam patung, perlengkapan upacara adat, senjata khas Bali, kain tenun, model rumah, dan gapura khas bali. Keluar dari tempat ini kami langsung berfoto-foto ria di sebuah ruangan terbuka yang berisi arca-arca dewa dari zaman Majapahit. Terdapat banyak koleksi arca yang terpajang di halaman luar gedung ini. Terdapat arca Wisnu dan Laksmi, Ganesha, Durga Mahisasura Mardhini, Agastya, Dewi Parwanti (dari abad 14 M), Siwa Mahadewa, hiasan Kala, Hanyagriwa, Yoni, Padmasana, relief Tribhangga, Dewi Durga, Dewa Siwa (yang berasal dari abad 12 – 14 M), Dwarapala, Wisnu, Nandi, Batu bulat, Makara, Bodhisatwa, Amitabha, Awalokiteswara, Aksobya, Dewa Surya, relief Punakawan, arca Padmapani, dan juga meriam kuno dari jaman Hamengku Buwono III (tahun 1846 M). Setelah itu kami keluar dari Museum Sonobudoyo sekitar pukul 12.30, dan saya masih belum puas dengan kunjungan kali ini. Kunjungan ke museum ini saya rasa terlalu singkat, tapi hal itu dapat dimaklumi karena jam 13.00 kami ada kuliah di kampus FIB.