13 February 2008

Kapitalisme Pendidikan

Sebuah berita yang cukup menggemparkan menghampiriQ beberapa minggu ini. Bukan soal kemanusiaan, politik, atau isu agama yang selama ini sering aku tulis. Melainkan sebuah tema yang aq sebut dengan "kemahasiswaan". Ya , berita itu adalah soal rencana keluarnya 7 PTN dari paguyuban SPMB.

Tiga hari ini aq membaca soal rencana keluarnya 7 PTN dari SPMB dari harian lokal Kedaulatan Rakyat. 7 PTN ini adalah UI, UGM, UNDIP, ITB, IPB, ITS, dan UNAIR. Jadi, apabila mereka keluar dari paguyuban SPMB, maka dengan otomatis mereka tidak menerima mahasiswa baru melalui jalur SPMB. (bahkan UGM sendiri sampai saat ini hanya menerima sebanyak 18% mahasiswa melalui SPMB).

Alhamdulillah sih sampai tulisan ini aq ketik, status mereka masih 'rencana. api ga menutup kemungkinan beberapa hari kedepan status ini menjadi 'pasti'.

Alangkah mengerikan kalo 7 PTN ini keluar dari SPMB. Efek sampingnya ga hanya membunuh PTS-PTS yang lain, tapi juga memeras para calon mahasiswa. Jadi ya jangan heran apabila setelah ini banyak PTS yang bakal kolaps dan banyak juga pemuda-pemuda yang menjadi pengangguran.

Dengan keluarnya 7 PTN ini dari paguyuban SPMB, maka 7 PTN ini berhak menyelenggarakan ujian masuk secara mandiri dan menentukan rule yang juga karepe dhewe. Otomatis juga tidak adanya transparansi dalam kriteria penerimaan mahasiswa baru yang mengikuti seleksi masuk di 7 PTN tersebut.

Dan biaya untuk mengikuti seleksi tersebut pastilah cukup mencekik dompet para orangtua mahasiswa baru tersebut. Sehingga kapitalisme pendidikan benar-benar terjadi di Bhumi Nusantara. Apabila calon mahasiswa itu diterima, maka pihak universitas menerima keuntungan yang berlipat (coz sang MaBa diwajibkan membayar sejumla biaya kuliah yang berjuta-juta), dan apabila sang MaBa itu gagal masuk maka dipastikan universitas menerima keuntungan berlipat dari total mahasiswa yang tidak diterima.

Kasaran nya gini aja wes, aq mencontohkan UGM sebagai salah satu universitas yang berstatus BHMN. Lewat UM-UGM, jumlah peminat yang ingin masuk UGM diperkirakan 25.000 orang. Dengan biaya Rp. 125.000 dikalikan 25.000 orang maka UGM mendapat dana sebesar Rp. 3.125.000.000. Dan apabila UGM menerima 4.500 mahasiswa serta melihat dari sisi untung rugi maka UGM masih mendapatkan sisa Rp. 2.562.500.000. Itupun ga bisa dibilang rugi, coz MaBa yang diterima itu mesti membayar sedikitnya 7 juta rupiah untuk biaya kuliah di semester awal.

Sekarang bicara soal PTS. 7 PTN yang keluar dari SPMB ini berhak menyelenggarakan sistem seleksi mandiri layaknya PTS. Dan dapat mengeruk uang sebanyak-banyaknya melalui sistem seleksi yang mereka buat sendiri. Dapat dipastikan mereka yang kaya akan berusaha untuk masuk 7 PTN yang terkenal bagus-bagus ini. Dan buat yang gagal, ada kemungkinan penyebabnya ialah ketidakmampuan mereka untuk membayar lebih tinggi. Jadi ini bukan soal kemampuan otak lagi, tapi uang benar-benar berperan dalam masuk-tidaknya mahasiswa dalam sebuah universitas.

Buat mereka yang gagal ada 2 jalan lagi untuk meneruskan pendidikan mereka. Pilihan pertama adalah melalui jalur SPMB yang (mungkin) biaya bisa sedikit lebih murah tapi dengan kualitas PTN yang ada dibawah 7 PTN yang keluar tersebut. Dan pilihan kedua adalah daftar ke universitas swasta.

Untuk mereka yang tidak mampu (secara finansial), pilihan kedua menjadi pilihan utama dan terakhir. Tapi buat mereka yang mampu (secara finansial juga), maka pilihan ketiga menjadi pilihan alternatif untuk sekolah di universitas swasta yang akreditasi nya baik.

Tapi dengan dikuasainya sejumlah program keahlian (Program Diploma) oleh sejumlah PTN maka hal ini juga berpotensi mematikan PTS. Dalam program sarjana saja PTN mampu mengalahkan PTS, apalagi dengan dikuasainya program diploma, hal ini membuat PTS tak punya lahan bebas lagi untuk mencari mahasiswa baru. Belum lagi PTS-PTS ini terbiasa mengais sisa-sisa mahasiswa yang gagal dalam menuju PTN, sehingga ketika jalur masuk dan kuota masuk ke PTN itu diperbanyak, maka yang bisa dikais oleh PTS pun menjadi sedikit. Padahal, PTS-PTS ini menggantungkan hidupnya pada jumlah "mahasiswa kaya tapi bodoh". (maaf, bukan merasa sok pintar, tapi aq emang susah berbicara halus dalam menanggapi sebuah realitas).

Maka, ketika alur itu berubah. Mahasiswa kaya tapi bodoh itu masuk ke dalam PTN-PTN unggulan, dan "Mahasiswa pintar" pun menjadi tersisihkan (dan jumlahnya semakin sedikit). PTN unggulan itu terkesan hanya menerima mahasiswa yang punya duit, terserah mau pintar kaya' Einstein ataupun guoblok hingga 1+1 aja mikir sampe 1 jam!!!

Dan mereka yang pintar itu tersisih, apabila masih punya uang mereka akan mencari peruntungan dengan sebuah PTN yang masih peduli akan "biaya dan pendidikan" (bukan "biaya pendidikan") alias mencari PTN yang bertarif murah.

Lain cerita untuk mereka yang pintar tapi miskin, mungkin mereka akan menganggur. Ga usah kuliah dan langsung kerja aja. Padahal pendidikan adalah suatu hal yang amat sangat penting.

Truz gimana PTS-nya??? Logikanya adalah apabila mereka menerima mahasiswa miskin (walaupun berprestasi), maka hal itu sama saja dengan makan buah simalakama. Apabila mereka diterima, maka prestasi akademik PTS itu meningkat, tapi daya tahan finansial mereka akan terus turun hingga akhirnya mati. Dan apabila mereka menolak dan tetap meniru sistem lama (hanya menerima mereka yang mampu), maka daya tahan finansial mereka akan bertahan cukup lama dan stabil walaupun sedang kekurangan mahasiswa tapi kualitas mereka akan tetap meragukan.

Jadi intinya sama. Seperti yang tertulis di sebuah judul buku terbitan Resist Book, ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH.

Kalo tidak segera diganti sistem pendidikan kapital di negeri ini, maka yang ada kedepan menurut prediksiQ adalah :
  1. Apabila 7 PTN itu keluar dari SPMB
  2. Sejumlah PTN berkualitas yang tetap ikut SPMB akan ancang-ancang juga untuk keluar
  3. Sementara itu PTN yang tidak keluar akan sulit menaikkan biaya pendidikan (dilema)
  4. PTS akan menurunkan biaya pendidikan guna meraup mahasiswa sebanyak-banyaknya (untuk bertahan hidup), karena bila menaikkan itu sama saja usaha bunuh diri
  5. PTN-PTN berkualitas yang lain mengikuti jejak 7 PTN pendahulu untuk keluar dari SPMB (cari uang tambahan)
  6. PTS akan menurunkan lagi biaya pendidikannya (sekarat)
  7. Satu per satu PTS akan kolaps karena ga punya dana (mati)
  8. Beberapa PTN berkualitas akan menaikkan harga dan memperbanyak jalur masuk (dan akan terjadi persaingan harga antar PTN)
  9. Untuk PTN yang kualitasnya kurang juga akan mengikuti jejak PTS-PTS yang mati, mereka menurunkan harga hingga akhirnya mati kemudian
  10. Mereka yang miskin memutuskan untuk tidak kuliah karena MAHAL.
  11. Dan akhirnya Indonesia menjadi bangsa yang tidak berpendidikan karena banyak warganya yang tidak kuliah.
Apabila sistem kapitalis ini ga diganti, maka bersiap-siaplah menuju kehancuran bangsa.

SEKIAN.




(nb. : Maaf apabila terdapat kekerasan verbal)

No comments:

Post a Comment