09 January 2008

Antara KA Sritanjung dan Lapindo Brantas

Setelah sekian lama aku akhirnya naik kereta juga. SeingatQ, terakhir naik kereta sekitar kelas 2 MTs dulu. Cukup lama, dan akhirnya setelah cukup lama rasa rindu akan bau besi di tempat duduk kereta itu terlampiaskan juga. Kemaren aq naek kereta Sritanjung dari stasiun Lempuyangan Yogyakarta ke stasiun Blitar. Baru kali ini aq naik kereta lintas propinsi. Seorang kawan yang mengetahui hal ini udah pernah menertawakanQ karena diriQ yang belum pernah naek kereta ekonomi dalam 5 tahun terakhir.

KA Sritanjung yang aq naiki kemarin memberikan kesan yang cukup buruk bagiQ. Sepi, itu alasan utama kenapa aq berpendapat seperti itu. KA Sritanjung yang biasanya lewat stasiun Surabaya Gubeng dan terus ke stasiun Banyuwangi terpaksa tidak sesuai 'lajur'. Karena tanggul lumpur yang ada di Porong jebol, terpaksa kereta ini menuju ke Banyuwangi tanpa melewati Surabaya. Penumpang yang akan menuju ke Surabaya dialihkan dengan KA Logawa atau oper dengan KA Penataran di Kertosono.

Sungguh kasihan nasib para penjual, pengamen, dan pengemis yang menaiki KA Sritanjung kemaren. Mereka tak mendapatkan rezeki yang cukup. Gerbong yang aq naiki sendiri saat itu begitu sepi, mungkin cuma 6-10 orang saja yang mengisi gerbong itu. Dan para penjual itu pun mengeluh dengan keadaan itu. Sungguh dahsyat efek dari luberan lumpur Lapindo, coz yang jadi korban ga hanya orang-orang yang disekitar situ saja, tapi orang-orang diatas KA pun juga menjadi korban. Dan pemerintah mesti bertanggung jawab atas kejadian ini. Terutama si Bakrie sebagai menteri kesejahteraan masyarakat, kalo ga bisa mensejahterakan masyarakat mending turun aja dan jangan jadi menteri deh!!!

Apalagi Lapindo Brantas juga merupakan salah satu anak perusahaan Bakrie Group. Kalo ga nemu solusi yang bisa mensejahterakan rakyat Indonesia, mending turun dan bertanggungjawablah pada mereka-mereka yang terkena dampak langsung dari lumpur itu tolol!!!

Enak banget si Bakrie itu makan enak, tidur nyaman, fasilitas lengkap, gaji gedhe, dan duit banyak, tapi ga mau merasakan penderitaan rakyat Porong yang kelaparan dan kedinginan di tenda pengungsian serta tak memiliki apa-apa lagi, bahkan untuk meminta lahan mereka kembali pun proses birokrasi-nya rumit. Dimana tanggung jawabmu Pak Aburizal Bakrie, pancen asu tenan kowe iku!!!

Aku mendambakan seorang pemimpin beserta menteri-menterinya ga hanya mau duduk enak aja di Jakarta. Aq rindu akan pemimpin yang langsung turun ke lapangan. Bahkan aq berharap suatu saat ada pemimpin yang terlihat secara pakaian dan sikap seperti rakyat jelata. Misalnya, ketika ada bencana alam, Sang Presiden serta beberapa menteri-menterinya turun ke masyarakat dan turut membantu mencangkul, atau ngapain gitu yang jelas buat mbantu nyari korban yang tertimbun. Truz sang menteri kesehatan langsung jadi dokter dadakan. Truz menteri kesejahteraan masyarakat dan menteri keuangan bagi-bagi bantuan. Truz menteri PPDT segera mencari lahan guna merelokasi para korban yang kehilangan rumah dan harta benda.

Ah, kapan ya di Indonesia ada pemandangan seperti itu....

No comments:

Post a Comment